Seisme

A. Pengertian Gempa

Seisme atau gempa bumi adalah getaran kulit bumi yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan dari dalam bumi. Kekuatan gempa bumi dapat diukur dengan Seismograf dengan satuan yang biasanya digunakan adalah skala Richter.

Gempa bumi terjadi ketika permukaan bumi berguncang akibat pelepasan energi dari dalam bumi. lempeng litosfer bergerak 1 sampai 18 cm pertahun, dan tegangan sangat besar yang terkumpul di daerah sambungan bertanggung jawab langsung terhadap aktivitas seismik. Oleh karena itu, gempa lebih sering terjadi di kawasan gunung api dan dekat dengan barisan pegunungan muda di tepian lempeng. Ilustrasi terjadinya gempa bumi dapat dilihat pada gambar di samping.

Istilah-istilah yang berkaitan dengan gempa

  • Seismologi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang gempa bumi.
  • Seismograf, yaitu alat pencata gempa.
  • Seismogram, yaitu gambaran getaran gempa yang dicatat oleh seismograf berbentuk garis patah-patah.
  • Hiposentrum, yaitu pusat gempa di dalam bumi.
  • Episentrum, yaittu pusat gempa di permukaan bumi, terletak tepa di atas hiposentrum.
  • Isoseista, yaitu garis pada peta yang menghubungkan tempat-tempat yang mengalami kerusakan sama hebatnya akibat gempa.
  • Homoseista, yaitu garis pada peta yang menghubungkan tempat-tempatyang mengalami atau mencatat gelombang primer pada waktu yang sama.
  • Pleistoseista, yaitu garis pada peta yang membatasi daerah yang mengalami kerusakan terhebat di sekitar episentrum.
  • Makroseista, yaitu daerah di permukaan bumi yang mengalami kerusakan terberat akibat gempa. Makroseista dibatasi oleh pleistoseista.

B. Klasifikasi Gempa Bumi

Pembagian gempa bumi didasarkan pada indikator yang bermacam-macam. Indikator tersebut antara lain, yaitu: berdasarkan bentuk episentrum, penyebabnya, kedalaman hiposentrum, jarak episentrum, dan letak episentrum. Adapun penjelasan mengenai klasifikasi gempa bumi sebagai berikut.

1. Berdasarkan bentuk episentrumnya

  • Gempa linier, yaitu bentuk episentrumnya berupa garis. Contoh: gempa tektonik.
  • Gempa sentral, yaitu bentuk episentrumnya berupa titik. Contoh: gempa vulkanik dan gempa terban.

2. Berdasarkan penyebabnya

  • Gempa tektonik, disebabkan oleh pergerakan lempeng tektonik yang berupa retakan atau patahan.
  • Gempa vulkanik, yaitu gempa yang disebabkan meningkatnya aktivitas magma di sekitar gunung api.
  • Gempa terban, yaitu gempa yang terjadi akibat runtuhnya atap gua yang terdapat di dalam litosfer, seperti gua kapur atau terowongan tambang.

3. Berdasarkan kedalaman hiposentrumnya

  • Gempa dangkal, yaitu gempa yang kedalaman hiposentrumnya kurang dadri 100 km.
  • Gempa menengah (intermidier), yaitu gempa yang kedalaman hiposentrumnya antara 100 – 300 km.
  • Gempa dalam, yaitu gempa yang kedalaman hiposentrumnya lebih dari 700 km.

4. Berdasarkan jarak episentrumnya

  • Gempa setempat, yaitu gempa yang jarak episentrumnya kurang dari 10.000 km.
  • Gempa jauh, yaitu gempa yang jarak episentrumnya sekitar 10.000 km.
  • Gempa jauh sekali, yaitu gempa yang jarak episentrumnya lebih dari 10.000 km.

5. Berdasarkan letak episentrumnya

  • Gempa laut, yaitu gempa yang episentrumnya terletak di laut.
  • Gempa darat, yaitu gempa yang episentrumnya terletak di darat.

C. Alat Pencatat Gempa

Gempa bumi dapat dicatat dengan menggunakan alat yang disebut seismograf. Adapun seismograf ada dua macam, yaitu: seismograf horizontal dan vertikal. Data yang dihasilkan seismograf disebut seismogram.

1. Seismograf horizontal

Gambar 7.3 adalah seismograf horizontal yang terdiri dari massa stasioner digantungkan pada tiang yang tinggi. Di bagian bawah massa stasioner dipasang jarum yang ujungnya disentuhkan pada sebuah silinder (berselimut kertas berjelaga). Silinder terletak pada tiang penopang yang dipancangkan di tanah. Pada waktu gempa berlangsung, silinder bersama-sama dengan bumi (tanah) pun bergetar. Massa stasioner tetap diam sehingga terbentuklah goresan-goresan pada seismogram. Tiap stasiun pencatat gempa dipasang dua seismograf horizontal, yang satu dengan arah utara-selatan, yang lainnya dengan arah timur-barat.

2. Seismograf vertikal

Gambar 7.4 menunjukkan seismograf vertikal. Seismograf vertikal terdiri dari massa stasioner yang di tahan oleh tangkai pada tiang dengan engsel. Massa stasioner berikut tangkainya tergantung pada sebuah pegas. Ujung massa stasioner dipasang jarum yang disentuhkan pada gulungan kertas. Gulungan kertas itu selalu bergerak dengan arah putaran sesuai dengan arah panah.

Pada saat terjadi gempa, gerakan vertikal akan menggerakkan tiang dan membuat tangkai naik-turun. Massa stasioner tetap diam (secara relatif) sehingga jarum jam akan menggoreskan coretan pada gulungan kertas berupa kurva naik-turun. Hasil coretan pada seismograf dapat dilihat pada gambar 7.5.

D. Menentukan Jarak dan Letak Episentrum

Penentuan jarak dan letak episentrum sangat penting untuk diketahui setelah terjadi gempa bumi. Sehubungan dengan itu, mengetahui jarak dan letak dapat membantu untuk pelaksanaan mitigasi terhadap korban gempa bumi. Penanganan mitigasi terhadap korban gempa bumi harus cepat dan tepat karena jatuhnya korban juga disebabkan kurang tanggapnya terhadap penanganan korban.

1. Menentukan jarak episentrum

Menentukan jarak episentrum dapat menggunakan 3 cara, yaitu: menggunakan tiga tempat pada satu homoseista, menggunakan pencatatan hasil seismograf, dan menggunakan tiga tempat yang mencatat hiposentrum. Adapun penjelasan mengenai cara menentukan jarak episentrum sebagai berikut.

a. Menggunakan tiga tempat yang terletak pada satu homoseista

Pada gambar 7.6 diperlihatkan bahwa tempat-tempat A, B, C mencatat gelombang gempa pada waktu yang sama yakni 10.45.20. Jarak antara tempat-tempat tersebut dapat diketahui dengan mengukur pada peta. Garis-garis sumbu itu akan bertemu di suatu titik. Titik itulah yang disebut episentrum.

b. Menggunakan pencatatan hasil seismograf

Menggunakan hasil pencatatan seismograf, yaitu: seismograf vertikal, seismograf horizontal yang dipasang barat-timur, seismograf horizontal yang dipasang utara-selatan.

c. Menggunakan tiga tempat yang mencatat hiposentrum

Menggunakan tiga tempat yang mencatat episentrum. Untuk mengetahui jarak episentrum suatu gempa dapat menggunakan Rumus Laska, yaitu:

Keterangan:

  • ∆   = jarak episentrum dari stasiun pencatat gempa
  • S   = waktu yang menunjukkan pukul berapa gelombang sekunder tercatat di stasiun tersebut.
  • P   = waktu yang menunjukkan pukul berapa gelombang primer tercatat di stasiun tersebut.

Contoh soal

Stasiun pengamat gempa A mencatat gelombang primer suatu gempa pukul 19.30’20” dan gelombang sekunder pukul 19.35’50”. Tentukan jarak episentrum gempa dari stasiun pencatat A!

Diketahui  : S = 19.35’50”

                   P = 19.30’20”

Ditanya    : Jarak episentrum

Jawab       :

(S – P)      = 19.35’50”  – 19.30’20”

                 = 5’30”

                 = 5 20/30

                 = 5,5

∆               = (5,5 – 1) x 1000 km

                 = 4.500 km

Jadi jarak episentrum dari stasiun gempa A adalah sejauh 4.500 km.

2. Menentukan letak episentrum

Pada saat terjadi gempa, sangat penting untuk segera mengetahui letak episentrum. Dalam hubungan ini, letak episentrum menentukan lokasi daerah yang terkena dampak gempa tersebut, sehingga dapat segera dilakukan mitigasi. Adapun untuk mengetahui letak episentrum ada dua cara, yaitu: menggunakan tiga tempat pada satu homoseista, menggunakan pencatatan hasil seismograf, dan menggunakan tiga tempat yang mencatat hiposentrum.

Gambar 7.7 ini menunjukkan 3 stasiun pengamat gempa yang terletak pada homoseista. Sebagai contoh, misalkan stasiun A, B, dan C mencatat getaran gempa pertama pada pukul 10.31’56” WIB. Artinya, 3 tempat tersebut berada pada satu homoseista. Untuk menentukan episentrum gempa tersebut, hubungkanlah PQ pada sebuah garis, demikian juga QR. Kemudian buatlah sumbu kedua garis itu, maka titik potong 2 garis itulah tempat episentrum yang dicari.

E. Skala Gempa Bumi

Ada beberapa skala yang dipakai untuk mengukur kekuatan gempa, antara lain, yaitu: skala Omori, skala Mercalli, skala Derossiforel, skala Cancani, skala MMI (Modified Mercally Intensity), dan skala Richter. Skala-skala tersebut yang paling sering digunakan di Indonesia adalah skala Richter dan MMI. Oleh karena itu, Skala Richter dan MMI akan dijelaskan sebagai berikut.

1. Skala Richter

Skala Richter dikembangkan oleh Charles Francis Richter, seorang seismolog dan fisikawan Amerika Serikat. Richter mengembangkan skala magnitude untuk mengukur dan membandingkan kekuatan serta intensitas gempa secara matematis. Intensitas gempa merupakan ukuran pengaruh gempa bumi terhadap manusia dan benda-benda. Gambaran kekuatan gempa berdasarkan skala Richter dapat diamati pada tabel di bawah ini.

2. Skala MMI (Modified Mercally Intensity)

Skala MMI (Modified Mercally Intensity) dicetuskan oleh Giuseppe Mercalli pada tahun 1902. MMI digunakan untuk mengukur seberapa besar kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa. Ukuran pada skala ini ditentukan berdasar hasil pengamatan dari orang yang mengalami atau melihat gempa. Skala MMI ini tidak sama di setiap tempat, karena dihitung berdasar pengamatan. Lokasi yang dekat dengan episentrum (pusat gempa) harusnya memiliki skala MMI yang besar.

Adapun gejala-gejala yang dapat diukur berdasarkan Skala MMI adalah sebagai berikut (sumber: http://inatews.bmkg.go.id/mitigasi.php).

Gempa bumi termasuk bencana alam yang tidak dapat diprediksikan waktu terjadinya, terutama gempa tektonik. Meskipun orang dapat mengetahui suatu daerah rawan akan potensi bencana gempa bumi, seseorang tidak dapat mengetahui secara pasti terjadinya gempa bumi. Hal ini disebabkan bencana gempa bumi terjadi secara tiba-tiba tanpa ada tanda-tanda terlebih dahulu. Meskipun demikian, setiap bencana alam selalu mendatangkan dua hal sekaligus, yakni keuntungan dan kerugian. Adapun keuntungan dan kerugian bencana gempa bumi sebagai berikut.

F. Pengaruh Gempa Terhadap Kehidupan

1. Keuntungan adanya gempa

  • Dapat mengetahui macam-macam batuan di dalam bumi, yakni dengan memperhatikan kecepatan getaran dan perubahannya.
  • Mengetahui bahwa inti Bumi (barisfer) beradius ± 3.300 km.
  • Gempa Bumi buatan (dengan meledakkan dinamit) dapat digunakan untuk penyelidikan tambang minyak.

2. Kerugian adanya gempa

  • Menimbulkan korban jiwa.
  • Menimbulkan kerusakan infrastruktur.
  • Menimbulkan dampak psikologis yang panjang bagi para korban yang selamat.

Tinggalkan komentar