Vulkanisme

A. Pengertian Vulkanisme
Vulkanisme dapat diartikan sebagai proses pergerakan magma. Magma yang bergerak ada yang masih di dalam bumi (intrusi) dan sudah sampai di permukaan bumi (ekstrusi). Vulkanisme selalu berkaitan erat dengan pembentukan gunung api. Untuk lebih jelasnya, bentuk hasil intrusi dan ekstrusi magma dapat dilihat pada animasi di bawah ini.

download animasi

Pada animasi di atas menunjukkan bentuk intrusi dan ekstrusi magma. Intrusi magma merupakan bentuk yang dihasilkan dari pembekuan magma di dalam bumi. Bentuk-bentuk pembekuan magma tersebut antara lain: sill, dike, batolit, lakolit, lapolit, dan stok. Adapun penjelasan mengenai bentuk intrusi magma sudah dibahas dalam batuan beku.

Aktivitas magma yang lain adalah ektrusi magma. Ekstrusi magma dapat terjadi di daratan dan lautan. Ekstrusi magma yang terjadi di daratan akan membentuk gunung api. Begitu pula dengan ekstrusi yang terjadi di lautan akan membentuk gunung api dasar laut seperti gambar di bawah ini.

Gambar. Gunung api dasar laut di dekat Pulau Nishinoshima (Sumber: http://merdeka .com)

B. Macam-Macam Ekstrusi Magma
Ektrusi magma merupakan aktivitas magma yang sampai di permukaan bumi. Peristiwa ini disebut juga sebagai erupsi. Secara umum, ekstrusi magma dibagi dalam tiga macam, yaitu: ektrusi linier, areal, dan sentral.

1. Ektrusi linier
Ekstrusi linier terjadi jika magma keluar lewat celah-celah retakan atau patahan yang memanjang. Dengan demikian, ektrusi tersebut akan membentuk deretan gunung api. Contoh, gunung api Laki di Islandia dan deretan gunung api di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Pada gambar di bawah menunjukkan adanya deretan gunung api yang membentang di sepanjang Pulau Jawa. Gunung-gunung api yang ditunjukkan dengan warna orange dan coklat, berada di jalur yang lebih condong ke arah selatan, meskipun ada juga yang berada di jalur tengah, terutama gunung api di wilayah Jawa Tengah. Dalam ilmu geologi, deretan gunung api di Pulau Jawa dikenal dengan Zona Solo yang merupakan bagian dari Depresi Zona Tengah.

Gambar. Deretan pegunungan di pulau Jawa (http://id.wikipedia.org)

Pembentukan gunung api di Pulau Jawa ditengarai sebagai akibat dari adanya titik pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan Indo-Australia yang menghasilkan zona subduksi. Aktivitas di zona subduksi tersebut menghasilkan instrusi-instrusi magma di sepanjang jalur yang dinamakan busur vulkanik. Persebaran gunung api di Indonesia lebih lengkapnya dapat dilihat pada peta di bawah ini.

Gambar. Lokasi persebaran gunung api di Indonesia (Sumber: Meilano, I & Kimata, F. 2004)

2. Ekstrusi areal
Ekstrusi areal terjadi apabila letak magma dekat dengan permukaan bumi. Berkaitan dengan hal tersebut, bentuk keluarnya magma bergerak mengaliri permukaan.  Hal ini disebabkan tekanan gas tidak cukup kuat untuk melontarkan material magma keluar. Selain itu, letak magma yang dekat dengan permukaan memungkinkan keluar meleleh di beberapa tempat pada suatu areal tertentu. Contoh:  Gunung Maona Loa di Hawaii.

3. Ekstrusi sentral
Ektrusi sentral terjadi jika magma keluar melalui sebuah lubang (saluran magma). Ektrusi sentral akan membentuk gunung-gunung yang terpisah, misalnya Gunung Krakatau, Vesuvius, dan lain-lain. Gunung-gunung di Indonesia termasuk jenis gunung api dengan ekstrusi sentral.

C. Bentuk Gunung Api
Berdasarkan sifat erupsi dan bahan yang dikeluarkan, terdapat tiga macam gunung api sentral, yaitu: gunung api maar, perisai, dan strato. Penjelasan mengenai ketiga bentuk gunung api tersebut sebagai berikut.

1. Gunung api maar
Gunung api maar ditandai dengan adanya danau sebagai hasil dari erupsi secara eksplosif. Erupsi yang sangat kuat akan menghilangkan sebagian dari puncak gunung tersebut. Selanjutnya, cekungan sisa erupsi akan terisi air dan menjadi danau. Contoh: Gunung Lamongan dan Kelud sebelum erupsi tahun 2007.

Gambar. Ranu Bedali, di Gunung Lamongan ( http://www.lumajang.go.id)

Gambar di atas adalah Ranu Bedali, satu di antara 3 danau kawah yang ada di Gunung Lamongan. Dua danau kawah lainnya adalah Ranu Klakah dan Ranu Pakis. Danau kawah ini terbentuk oleh letusan freatik dan freatomagmatik.

2. Gunung api kerucut atau strato
Gunung api strato bentuknya seperti kerucut. Gunung api tipe strato terjadi karena erupsi secara eksplosif dan efusif secara bergantian. Gunung api di Indonesia umumnya berjenis strato. Gunung Semeru adalah salah satu contoh gunung api strato. Gambar di bawah ini menunjukkan bagaimana bentuk sesungguhnya dari gunung api strato.

Gambar. Gunung Semeru (Sumber: http://www.lumajang.go.id)

3. Gunung api perisai
Gunung api perisai bentuknya menyerupai tameng karena tidak memiliki perbedaan lembah dan puncak yang signifikan. Terjadi karena magma mengalir ke permukaan dengan sifat lava yang sangat cair. Contoh: Gunung Mauna Loa dan Kilauea di Hawaii.

Gambar. Gunung Maona Loa di Hawaii (Sumber: http://id.wikipedia.org/)

Gambar di atas menunjukkan Gunung Maona Loa di Hawaii. Gunung Maona Loa terbentuk oleh aktivitas Lempeng Pasifik yang bergerak ke arah Hawaiian Hotspot di bagian mantel bumi. Erupsi Gunung Maona Loa mengalir karena mengandung silika dengan dapur magma yang sangat dangkal.

D. Tipe Letusan Gunung Api
Berdasarkan kekentalan magma yang keluar dan besarnya tekanan gas, erupsi gunung api sentral dapat dibedakan atas beberapa tipe. Tipe-tipe letusan gunung api dapat dilihat seperti gambar di bawah ini.

Gambar. Macam-macam tipe letusan gunung api (Sumber: http://www.siswapedia.com)

Gambar di atas menunjukkan berbagai tipe letusan gunung api. Masing-masing tipe memiliki ciri khas letusan. Perbedaan letusan ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain: letak dapur magma, sifat lava, dan tekanan gas. Penjelasan masing-masing tipe letusan sebagai berikut.

1. Tipe Hawaii
Tipe Hawaii memiliki ciri lava yang cair. Magma keluar ke permukaan dengan cara mengalir. Tekanan gas sangat rendah dan dapur magma sangat dangkal sehingga keluar ke permukaan dengan cara mengalir. Contoh dari tipe ini dapat kita lihat dari gunung api perisai Maona Loa dan Kilauea. Di Kilauea (1250 m) terdapat Halemaumau, danau lava yang cair pijar dengan pulau-pulau lava yang telah membeku seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar. Foto kawah Halemaumau (kiri atas) saat erupsi tahun 1958, dan kondisi saat ini (Sumber: http://upload.wikimedia.org)

2. Tipe Stromboli
Letusan tipe ini bersifat spesifik, yaitu letusan-letusannya terjadi dengan interval atau tenggang waktu yang hampir sama. Magma yang cair pijar biasanya naik sampai tepi kawah. Setelahnya, gunung api akan mengalami erupsi pendek. Gunung Vesuvius memperlihatkan jenis erupsi demikian setelah periode istirahat. Begitu juga dengan Gunung Raung di Jawa Timur seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar. Kawah Gunung Raung (Sumber: http://www.belantaraindonesia.org)

3. Tipe Vulkano
Terdapat dua jenis tipe vulkano, yaitu: vulkano yang kuat (Etna) dan vulkano yang lemah (Bromo dan Semeru). Letusan tipe vulkano bercirikan tekanan gas sedang dan tinggi serta lava kurang cair. Selain itu, letusan diselingi awan debu, bom, dan terjadi aliran-aliran lava. Pembentukan awan debu berbentuk kembang kol. Bentuk kembang kol ini disebabkan karena gas berekspansi jauh di atas kawah seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar. Gunung Bromo, saat erupsi tahun 2004 (sumber: http://www.tboeckel.de/)

4. Tipe Merapi
Letusan tipe Merapi bercirikan lava cair kental dan tekanan gas agak rendah. Akibatnya, lava dikeluarkan secara lambat karena tekanan gas tidak cukup kuat untuk melontarkan keluar. Lava yang keluar akan dengan cepat membeku. Lava yang membeku ini disebut sumbat lava. Letusan tipe Merapi dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar. Erupsi Gunung Merapi tahun 2010 saat mengeluarkan awan panas 

Gambar di atas menunjukkan awan panas Gunung Merapi. Awan panas ini terjadi karena sumbat lava yang ada di puncak gugur atau runtuh. Guguran sumbat lava ini diikuti lava pijar. Selanjutnya, guguran lava pijar akan mendorong terbentuknya awan panas dengan jangkauan yang lebih jauh dari aliran lava pijarnya.

5. Tipe Pelee
Letusan tipe Pelee bercirikan tekanan gas tinggi, sedangkan viskositas sama dengan tipe Merapi. Tipe letusannya eksplosif sangat kuat. Kuatnya letusan disebabkan tekanan gas yang jurusannya mendatar. Selain dari sumbat lava yang beku, di puncak gunung api ini juga terdapat jarum lava.

Gambar.  Mt. Pelee (Sumber: Katili, J.A: Geologi)

Gambar di atas menunjukkan Gunung Pelee yang meletus pada 8 Mei 1902 secara dahsyat. Letusannya menghasilkan awan pijar yang dihembuskan dengan kecepatan 150 m/detik ke arah kota St. Pierre yang terletak 6 km. Awan panas tersebut mampu mencapai kota sesudah 40 detik sehingga penduduk yang berjumlah 30.000 jiwa tidak mampu menyelamatkan diri.

6. Tipe St. Vincent
Bercirikan lava yang sifatnya juga kental dan tekanan gas yang tinggi. di dalam kawah gunung api ini terdapat danau, dan sewaktu erupsi air ini dimuntahkan keluar. Selain St. Vincent, Gunung Kelud juga memiliki sifat seperti ini sebelum erupsi tahun 2007.

7. Tipe Perret atau Plinian
Tipe Plinian bercirikan tekanan gas yang tinggi dan cair. Contoh dari tipe ini yakni Gunung Vesuvius dan Krakatau. Sebelum erupsi, tinggi Vesuvius 1335 dan sesudah erupsi menjadi 1186. Artinya, sekitar 149 m dihembuskan ke atas oleh kekuatan gas yang luar biasa itu. Gambar di bawah ini dapat menunjukkan sisa-sisa letusan Gunung Vesuvius.

Gambar. Gunung Vesuvius dan sisa letusan (sumber: http://www.vesuviusvspompeii.com)

E. Bahan-Bahan Hasil Aktivitas Vulkanik
Produk-produk kegiatan gunung api dapat dikelompokan menjadi 3, yakni: bahan padat, cair, dan gas. Penjelasan mengenai bahan-bahan tersebut sebagai berikut.

1. Bahan padat (eflata)
Bahan padat menurut asalnya dibagi menjadi 2, yakni: eflata allogen dan antigen. Eflata allogen merupakan bahan padat yang berasal dari batuan pipa kawah yang ikut terlempar saat erupsi. Sebaliknya, eflata antigen merupakan bahan padat yang berasal dari magma gunung tersebut. Wujud dari eflata antigen disebut piroklastik.

Bahan padat ini dapat dibedakan dalam bentuk bom (batu besar), lapili (batu kecil), pasir, debu, dan batu apung (batu yang dipenuhi dengan pori udara). Penjelasan mengenai bahan-bahan padat tersebut sebagai berikut.

a. Bom vulkanik
Fragmen berukuran lebih besar dari 64 mm. Akumulasi bom-bom vulkanik (bentuknya agak membundar) yang memadat dan membentuk sekelompok batuan, dinamakan Aglomerat. Fragmen-fragmen berukuran bongkah yang bentuknya menyudut akan memadat dan membentuk batuan sebagai Breksi Vulkanik.

b. Lapili
Fragmen yang berukuran antara 64 dan 2 mm dan apabila memadat akan membentuk batuan dinamakan lapili Aglomerat atau lapili Breksi, tergantung dari bentuk fragmennya.

c. Debu vulkanik
Fragmen yang berukuran kurang dari 2 mm hingga ukuran debu dan apabila memadat dan membatu dinamakan Tufa. Tufa dapat juga mengandung beberapa fragmen berukuran besar (Lapili atau Breksi), maka kita juga mempunyai istilah-istilah Tufa-lapili dan Tufa-breksi. Di lapangan kedua istilah ini dapat diamati sebagai lapili atau Breksi sebagai fragmen, dan Tufa sebagai semennya.

2. Bahan cair
Bahan cair yang dikeluarkan saat gunung api erupsi sangat berbahaya. Hal ini disebabkan bahan cair tersebut dapat datang secara tiba-tiba baik saat erupsi maupun pasca erupsi. Adapun bahan-bahan cair tersebut antara lain, yaitu: lava dan lahar. Penjelasan mengenai keduanya sebagai berikut.

a. Lava
Lava diartikan sebagai lelehan pijar yang keluar ke permukaan. Susunan lava dianggap sama dengan magma asalnya, kecuali hilangnya sejumlah gas ke dalam atmosfir. Berdasarkan komposisi dan sifat fisik dari magma asalnya, tipe lava dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:

1) Lava basaltis
Lava yang paling banyak dikeluarkan berasal dari magma bersusunan mafis, bersuhu tinggi, dan mempunyai viskositas yang rendah. Lava ini akan mudah mengalir mengikuti lembah. Lava ini juga mampu menyebar hingga mencapai jarak yang sangat jauh dari sumbernya.

Di Hawaii, lava basaltis mampu menempuh jarak 50 Km dari sumbernya dengan ketebalan rata-rata 5 meter. Di Iceland bahkan jaraknya dapat mencapai 100 Km lebih, dan di dataran Columbia lebih dari 150 Km. Lava basaltis akan membeku menghasilkan 2 macam bentuk yang khas, yaitu bentuk Aa dan Pahoehoe.

Gambar. Lava Pahoehoe (kiri) dan columnar joint (kanan) (Sumber: Noor, Djauhari, 2012)

2) Lava andesitis
Lava ini mempunyai susunan antara basaltis dan riolitis, atau intermediat. Lava andesitis yang mempunyai sifat fisik kental, tidak mampu mengalir jauh dari pusatnya. Pada saat membeku, seperti halnya lava basaltis juga dapat membentuk struktur Aa, kekar tiang, dan struktur bantal, tetapi jarang sekali membentuk struktur Pahoe-hoe.

3) Lava riolitis
Magma jenis ini sifatnya sangat kental, jarang sekali dijumpai sebagai lava, karena sudah membeku di bawah permukaan sebelum terjadi erupsi.

b. Lahar
Lahar merupakan istilah Indonesia yang digunakan terhadap produk gunung api. Lahar berasal dari material gunung api yang diangkut oleh media air  atau berasal dari danau kepundan. Istilah ini sudah menjadi internasional yang sebelumnya dikenal sebagai ”mudflow” atau ”fragmental flow”. Lahar yang bergerak mengalir dikendalikan oleh gaya berat dan topografi.

Gunung Merapi di Jawa Tengah atau Gunung Semeru di Jawa Timur, adalah gunung api yang sering diberitakan terjadinya aliran lahar. Namun demikian, endapan-endapan lahar yang mempunyai ciri-ciri khas, masih dapat dikenali di gunung-gunung api yang sudah tidak memperlihatkan kegiatannya. Berdasarkan cara terjadinya kita kenal adanya dua jenis lahar, yaitu: lahar hujan dan panas.

3. Bahan gas
Gas yang dikeluarkan oleh gunung api termasuk gejala post-vulkanik. Adapun bahan gas tersebut dapat berupa belerang (solfatara), uap air (fumarol), dan asam arang (mofet).

a. Solfatara
Gas H2S yang keluar dari celah di permukaan bumi disebut solfatara. Gas ini akan berasosiasi dengan belerang. Dalam hubungan ini, belerang yang panas akan menghasilkan solfatara jika sampai di permukaan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 6.16.

Gambar. Kawah Ijen dan aktivitas penambangan belerang (Sumber: http://esdm.go.id/)

Gambar di atas menunjukkan Kawah Ijen dan aktivitas penambangan belerang sebagai mata pencaharian penduduk setempat. Kawah Ijen terletak pada posisi geografi 8o 03,5’ Lintang Selatan dan 114o 14,5’ Bujur Timur dalam wilayah Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso, Provinsi Jawa Timur. Belerang yang ditambang dapat digunakan sebagai campuran obat.

b. Fumarol
Gas yang bercampur dengan uap air. Di Indonesia, fumarol dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik tenaga panas bumi, contoh: Kawah Kamojang. Di kawasan Kawah Kamojang mengandung tekanan gas rata-rata 21/2 atm, temperatur 123oC, energi yang dapat dihasilkan 900 KW.

Gambar. Kawasan kawah Kamojang, Garut (Sumber: http://www.garut.go.id)

c. Mofet
Uap air yang mengandung CO2 atau biasa disebut gas asam arang. Gas asam arang hingga saat ini belum dapat dimanfaatkan karena beracun. Gas asam arang dapat muncul sembarang waktu di kepundan gunung api manapun. Adakalanya muncul secara tiba-tiba, seperti yang terjadi pada tahun 1979 di Kawah Timbangan dan Nila, Dieng Jawa Tengah yang menewaskan 149 jiwa.

F. Tingkat Kegiatan Gunung Api
Bencana yang berkaitan dengan erupsi gunung api tidak datang secara tiba-tiba. Hal ini disebabkan, setiap gunung api yang mengalami peningkatan aktivitas magma akan terekam. Rekaman terhadap aktivitas gunung api disebut dengan status gunung api. Status tersebut wajib diketahui oleh warga masyarakat agar mitigasi dapat berjalan dengan baik. Adapun status-status terhadap gunung api adalah sebagai berikut.

  1. Aktif normal (Level I), kegiatan gunungapi berdasarkan pengamatan dari hasil visual, kegempaan dan gejala vulkanik lainnya tidak memperlihatkan adanya kelainan.
  2. Waspada (Level II), terjadi peningkatan kegiatan berupa kelainan yang tampak secara visual atau hasil pemeriksaan kawah, kegempaan dan gejala vulkanik lainnya.
  3. Siap (Level III), peningkatan semakin nyata hasil pengamatan visual/pemeriksaan kawah, kegempaan dan metoda lain saling mendukung. Berdasarkan analisis, perubahan kegiatan cenderung diikuti letusan.
  4. Awas (Level IV), menjelang letusan utama, letusan awal mulai terjadi berupa abu/asap. Berdasarkan analisis data pengamatan, segera akan diikuti letusan utama.

G. Mitigasi Bencana Vulkanik
Keberadaan gunung api selalu menjadi ancaman bagi penduduk yang tinggal di sekitarnya. Meskipun demikian, tanggung jawab terhadap keselamatan warga berada di semua pihak. Oleh karena itu, semua pihak harrus memahami setiap tahap dalam mitigasi terkait dengan erupsi gunung api.

Mitigasi bencana erupsi gunung api adalah proses pencegahan bencana erupsi gunung api atau pengurangan dampak bahaya letusan gunung api. Adapun mitigasi ini dilaksanakan sebelum, selama, dan sesudah terjadinya bencana erupsi gunung api. Mitigasi bencana erupsi gunung api bertujuan antara lain, yaitu:

  • Jatuhnya korban jiwa.
  • Kerugian harta benda.
  • Rusaknya lingkungan dan terganggunya roda perekonomian masyarakat.

Berikut kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam mitigasi erupsi gunung api.

  1. Sebelum terjadi bencana
  • Dilakukan pemantauan gunung api.
  • Penyediaan peta kawasan rawan bencana gunung api, peta zona risiko bahaya gunung api.
  • Pemantapan prosedur tetap tingkat kegiatan gunung api.
  • Pembimbingan dan informasi gunung api.
  • Penerbitan peta geologi gunung api.
  • Penyelidikan geologi, geofisika dan geokimia.
  • Peningkatan sumberdaya manusia dan pendukungnya.
  1. Saat terjadi bencana
  • Mengirimkan tim tanggap darurat.
  • Meningkatkan pengamatan.
  • Melaporkan tingkat kegiatan sesuai alur.
  • Memberikan rekomendasi kepada pemerintah daerah sesuai prosedur tetap.
  1. Sesudah terjadi bencana
  • Menurunkan tingkat kegiatan gunungapi sesuai prosedur tetap.
  • Menginventarisir data letusan, termasuk sebaran dan volume bahan letusan.
  • Mengidentifikasi daerah yang terancam bahaya sekunder.
  • Memberikan saran teknis penanggulangan bahaya sekunder.

Beberapa usaha mengurangi bahaya letusan gunung api, antara lain sebagai berikut:

  • Membuat terowongan-terowongan air pada kepundan yang memiliki danau seperti di Gunung Kelud dan Gunung Galunggung.
  • Membangun pos-pos pengamatan gunung api
  • Mengungsikan penduduk yang bertempat tinggal di lereng-lereng gunung api.

Keberadaan gunung api sangat membahayakan bagi keselamatan penduduk sekitar. Bahaya gunung api dapat terjadi saat erupsi maupun pasca erupsi. Meskipun demikian, gunung api memiliki banyak manfaat, antara lain sebagai berikut.

  • Menyuburkan tanah karena abu vulkanik yang sudah mengalami pelapukan banyak mengandung garam-garam dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh tumbuhan.
  • Menjadi daerah tangkapan hujan karena sebagai lahan yang subur, kawasan gunung api memiliki vegetasi yang rapat sehingga dapat menyimpan cadangan air dalam jumlah besar pada saat hujan.
  • Memperluas daerah pertanian karena semburan mineral vulkanik. Mineral vulkanik yang dapat menyuburkan tanah dapat menyebar kemana-mana saat erupsi karena tertiup angin. Oleh karena itu, daerah yang terkena dampak material vulkanik akan berpontensi untuk jadi lahan pertanian.
  • Memperbanyak jenis tanaman budidaya (tanaman perkebunan) karena adanya berbagai zona tumbuh-tumbuhan. Tanah yang subur akan memudahkan masyarakat untuk budidaya berbagai jenis tumbuh-tumbuhan sehingga menjadi cirri khas daerah tersebut, seperti Batu sebagai kota apel.
  • Dapat dijadikan tempat pariwisata karena memiliki keindahan dan keunikan akibat gejala vulkanis sebelumnya seperti geyser, danau kawah, dan lain-lain.

Tinggalkan komentar